syarat desa wisata
syarat desa wisata - Dulu saya beranggapan bahwa membangun pedesaan harus diawali dengan membangun jalan, menyediakan air bersih, dan menarik kabel listrik. Tetapi sekarang saya merasa pendapat saya itu tidak seluruhnya benar. Membangun desa lebih cepat lagi jika langsung dilakukan dengan membangun ekonominya. Namun ekonomi pedesaan bukan hanya pertanian, banyak yang lain, diantaranya wisata pedesaan.
Urusan pertanian sudah puluhan tahun dikerjakan dengan cukup berhasil oleh Kementerian Pertanian dan Dinas-dinas Tanaman Pangan di setiap provinsi dan kabupaten. Namun urusan wisata pedesaan agaknya belum mendapat banyak perhatian. Kementerian Pariwisata lebih fokus pada mendatangkan turis mancanegara yang memang Indonesia ketinggalan jauh dari negara-negara tetangga. Jadi biarkan Menteri Pariwisata berjuang keras mencapai target turis mancanegara sebanyak 20 juta orang pada tahun 2019, yang saat ini baru mencapai 10 jutaan orang. Oleh sebab itu mendengar Kementerian BUMN ikut membangun desa wisata, kita patut bersyukur.
Menteri BUMN menugaskan beberapa BUMN untuk mendirikan Balai Ekonomi Desa (Balkondes) dengan target 100 Balkondes di 10 destinasi wisata nasional pada tahun 2017/2018. Balkondes mengelola pelatihan bagi warga desa untuk membuat kerajinan sesuai dengan potensi alam desa tersebut. Balkondes juga ditargetkan untuk membantu penduduk yang bersedia membangun rumah inap (homestay) untuk disewakan kepada turis. Nantinya Balkondes diharapkan bekerja sama dengan badan usaha milik desa (BUMDes) membantu pendanaan dan promosi desa wisata dan kegiatan ekonomi lainnya.
Pembentukan Balkondes dan pengembangan desa wisata dilaksanakan secara bersama oleh beberapa BUMN, seperti PT. Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC), PT. Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko; PT. Patra Jasa, dan beberapa BUMN lain. Saat ini sudah ada desa-desa wisata yang dibangun atas inisiatif Kementerian BUMN, antara lain beberapa desa di sekitar Candi Borobudur dan yang baru-baru ini diresmikan adalah Desa Pinge di Kabupaten Tabanan.
Ekonomi Pedesaan
Pengembangan desa wisata memang tepat untuk menggerakkan ekonomi pedesaan. Banyak hal yang semula dianggap tidak berarti ternyata dapat menambah penghasilan penduduk desa. Menanam sayuran, memetik kebun apel, memerah susu kambing, mengarungi jeram sungai, dan sebagainya adalah aktivitas yang bisa dijual kepada penduduk kota dan turis asing. Sumber mata air yang diubah menjadi kolam pemandian yang ditata apik dapat menambah kas desa berlipat-lipat. Menyewakan sepeda untuk turis juga berpotensi mendatangkan beberapa puluh/ratus ribu sebulan.
Beberapa desa beruntung mendapat kunjungan rutin para peziarah ulama terkenal dari berbagai daerah. Peninggalan kerajaan-kerajaan leluhur juga mengundang banyak orang untuk datang. Tradisi tahunan yang dikemas menjadi festival yang ramai akan menggerakkan ekonomi pedesaan. Jika tidak ada tradisi yang dapat menjadi daya tarik, dapat dilakukan atraksi baru seperti lomba layang-layang, festival burung berkicau, lomba sepeda gunung, dll. Dengan membuat orang kota datang dan menikmati suasana pedesaan, maka ekonomi desa dapat tumbuh dan menahan penurunan produktivitas akibat ditinggalkan oleh sebagian warganya yang bermigrasi ke kota-kota besar.
Pada dasarnya setiap desa bisa membangun desa wisata tanpa mengharap bantuan dari pihak lain yang belum tentu cocok dengan keinginan penduduk desa. Untuk bisa menjadi desa wisata yang berhasil, syarat utamanya adalah kebersihan rumah, terutama toilet, dan kebersihan lingkungan. Turis tentunya akan enggan datang ke desa yang kotor, sampah teronggok di mana-mana, sungai berwarna hitam penuh kotoran, tinja hewan bertebaran di sepanjang jalan.
Walaupun jalan menuju desa tidak mulus, atau listrik belum ada, hal-hal itu tidak menghambat minat turis untuk datang jika desa itu menawarkan sesuatu yang khas. Selanjutnya desa yang sudah cukup bersih dan mempunyai sesuatu yang bisa dinikmati orang kota dan turis asing perlu mencanangkan kehadirannya di media Internet (youtube, instagram, facebook, dsb.) yang dapat diakses oleh siapapun dari manapun.
Tren Dunia
Pembangunan desa wisata seperti yang tengah dijalankan oleh Kementerian BUMN sebagai bagian dari kegiatan CSR (Corporate social responsibility) tersebut, sungguh cocok dengan tren yang terjadi di mana-mana. Wisatawan kini banyak yang sudah bosan dengan pelayanan hotel berbintang. Mereka lebih menyukai suasana yang alami, sederhana, apa adanya. Mereka ingin menikmati suasana kehidupan di pedesaan yang tidak serumit di perkotaan.
Mereka juga senang kalau bisa memberikan sumbangan yang berguna untuk penduduk desa, apakah berupa materi, tenaga, informasi atau gagasan. Dari kunjungan ke negara lain yang dilakukan sebelumnya mereka bisa memberikan masukan yang bisa diterapkan di desa yang dikunjungi. Dan mungkin juga mereka menyukai persahabatan dengan orang-orang desa yang lugu, yang bukan profesional, ilmuwan, politisi, atau pejabat pemerintah. Berinteraksi dengan penduduk desa mungkin dapat memenuhi keinginan seseorang untuk mentransformasi diri menjadi manusia baru yang sebelumnya merasa kurang dihargai oleh lingkungan sosialnya.
Banyak negara juga mengembangkan rural tourism, eko-wisata, wisata pertanian, wisata budaya, wisata alam, wisata petualangan, dan lain-lain yang berbeda dengan wisata berbasis perkotaan. India, misalnya, yang 70% penduduknya berada di 7 juta desa, beberapa tahun terakhir ini menggalakkan proyek desa wisata di berbagai daerah melalui Kementerian Pariwisatanya. Penentuan desa yang terpilih untuk mendapatkan bantuan di sana dilakukan berdasarkan proposal awal yang diajukan oleh pemerintah daerah, sebutlah pemda kabupaten. Kemudian Kementerian Pariwisata bersama Dinas Pariwisata Provinsi memilih proposal yang terbaik.
Kepada daerah yang proposalnya dinilai memenuhi persyaratan, Pemerintah Pusat menghibahkan dana untuk menyusun rencana kerja pembangunan desa wisata. Rencana kerja ini setelah melalui pembahasan dengan berbagai pihak kemudian dilaksanakan dengan anggaran dari pemerintah pusat. Dinas Pariwisata Provinsi mensinkronkan rencana pengembangan desa wisata ini dengan rencana pembangunan sektor-sektor lain yang terkait di desa atau daerah itu.
Dana pembangunan wisata pedesaan dapat digunakan untuk membiayai berbagai kegiatan seperti penataan lansekap desa, pengadaan lampu penerangan jalan, pembersihan sungai, renovasi monumen, pembangunan jalan desa, pembangunan rumah penginapan, dan lain-lain. Pemerintah India menekankan agar penggunaan dana desa wisata dilakukan secara transparan dan akuntabel.
Adapun pelaksana pembangunan adalah pemerintah desa dan masyarakat setempat. Negara yang terkenal di dunia dengan brand “Incredible India” itu memasarkan desa wisatanya dengan sub-brand “Explore Rural India” dan rajin mengikutsertakan penduduk desa wisata terpilih dalam berbagai forum pariwisata internasional. Apa yang dilakukan India itu juga dilakukan oleh banyak negara lain, negara maju maupun negara berkembang.
Sinergi Antar Lembaga
Selain oleh Kementerian BUMN, pengembangan desa wisata juga dilakukan oleh Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Kementerian ini menargetkan 4.000 desa wisata akan terbangun selama 2015-2019. Saat ini konon telah terbentuk 150 desa wisata. Yang dilakukan Kementerian Desa adalah mendorong desa-desa untuk membangun desa wisata melalui pembentukan BUMDes. BUMDes ini diharapkan menghasilkan penerimaan desa sekaligus menggerakkan perekonomian penduduk desa.
Beragam kebudayaan, tradisi, keindahan alam, kerajinan dan lain yang menjadi identitas suatu pulau merupakan sebagian kecil kekayaan yang dimiliki Indonesia. Bahkan, pada satu pulau dapat dijumpai perbedaan yang ada antara satu daerah dengan daerah lain. Inilah yang menjadikan Indonesia sebagai bangsa berdaulat. Sebagaimana semboyan negara, Bhinneka Tunggal Ika.
Kelurahan/desa memiliki peluang untuk mengembangkan wilayah menjadi destinasi wisata. Diperlukan dasar-dasar kajian dalam sebagai data awal untuk studi kelayakan sebelum memutuskan konsep dan langkah menjadikan kelurahan/desa wisata selanjutnya. Melalui analisa yang tajam atas setiap persoalan, akan mampu melahirkan konsep yang utuh dan mendekati sempurna. Sebab, semua data akan dicari kelemahan hingga detail.
Dasar Pengambilan Keputusan
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia (UUD RI) 1945 Pasal 33 Ayat 3 berbunyi “bumi, air, kekayaan alam di dalamnya, dikuasai negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.” Landasan tersebut menjadi acuan yang baik untuk membangun dan mengembangkan kelurahan/desa demi kemajuan dan kemakmuran masyarakat bersama. Sehingga arti kata penguasaan pada UUD RI 1945 dapat berarti pengaturan, pembinaan, pengembangan, dan pengawasan.
Banyak elemen masyarakat yang terlibat dalam memutuskan konsep kelurahan/desa wisata. Mulai di tingkat RT hingga lurah/kepala desa. Namun tetap dengan menerima masukan dan pandangan kepada camat serta walikota/bupati setempat. Supaya kebijakan positif tersebut di kemudian hari tidak lagi melahirkan salah pemahaman baik di tingkat masyarakat maupun jajaran pemerintah daerah. Akibatnya, konsep pengembangan kelurahan/desa wisata yang sudah bersama-sama dibuat tidak dapat menjalankan fungsi dengan sempurna.
Pengaturan Model Kelurahan/Desa Wisata
Perlu diketahui, produk wisata yang dapat dijual oleh kelurahan/desa wisata sangat beragam. Ini diketahui seiring dengan perkembangan model destinasi wisata yang terdapat pada kelurahan/desa. Di antara ragam wisata yang menarik dijual adalah wisata petualangan, wisata agro, wisata bahari, wisata kuliner, wisata budaya, wisata sejarah, dan wisata kreatif. Walau di luar jenis wisata tersebut, kelurahan/desa juga dapat menemukan konsep wisata sesuai kebutuhan dengan memertimbangkan potensi kelurahan/desa yang mampu digali.
Wisata petualangan biasanya tercipta di lingkungan pegunungan. Idealnya, pada lingkungan tersebut terdapat pohon-pohon yang menjulang tinggi, lingkungan asri dan masih menyimpan struktur alamiah yang belum tersentuh tangan manusia. Konsep tersebut hampir sama dengan wisata agro, yaitu mengutamakan keindahan alam. Terlebih jika terdapat goa yang menyimpan berbagai fenomena menarik serta sejarah yang patut diungkap supaya diketahui masyarakat umum.
Untuk wisata bahari dapat mengedepankan nuansa pesisir pantai. Menyediakan aneka petualangan air seperti sky boat dan driving menjadi daya tarik tersendiri. Di sisi lain tetap menjaga keanekaragaman hayati yang hidup di laut melalui pohon bakau dapat mendatangkan keuntungan ganda. Artinya, dapat memelihara kelestarian alam dan lingkungan hidup. Begitu juga dengan wisata kuliner. Dengan mengumpulkan masakan-masakan khas daerah sekitar bahkan seluruh Indonesia di satu tempat, dapat mengundang wisatawan datang. Karena mengusung konsep tak perlu datang ke seluruh pelosok negeri, jika di satu tempat sudah menyediakan seluruhnya.
Wisata budaya dan sejarah, secara umum tak berbeda jauh dengan yang sudah ada saat ini. Tinggal sisi pengemasan yang perlu ditingkatkan. Supaya kebudayaan dan sejarah berdirinya sebuah kelurahan/desa dapat dipahami secara umum, maka dapat dibuat monumen, museum atau pertunjukan lain dengan tujuan melestarikan tradisi setempat. Sehingga, generasi mendatang termasuk wisatawan mengetahui pasti budaya dan sejarah daerah yang dikunjungi tersebut. Khusus wisata kreatif sendiri pada dasarnya dapat masuk ke semua ranah wisata di atas. Yaitu, dengan menjual hasil karya kerajinan masyarakat. Hanya saja akan lebih baik lagi menjadi daerah wisata kreatif jika ada kelurahan/desa yang benar-benar masyarakatnya memiliki potensi lebih di bidang kerajinan. Jadi, akan benar-benar memberi manfaat untuk kesejahteraan rakyat, berkeadilan, kesetaraan, dan proporsionalitas.
Pembinaan Masyarakat Kelurahan/Desa
Pola kerja utama dalam membentuk masyarakat dalam menciptakan sebuah destinasi wisata adalah dari, oleh, dan untuk masyarakat. Strategi penjualan dengan sendirinya akan muncul jika masyarakat sudah sepaham untuk menjual sesuatu kepada wisatawan. Segala aspek pendukung kelurahan/desa wisata harus diadakan supaya perputaran uang hanya terjadi di wilayah tersebut. Secara ekonomi uang yang masuk dari wisatawan kemudian dikelola masyarakat dan tidak keluar, maka semakin menumpuk di dalam dan membuahkan hasil yang maksimal. Hal ini sesuai 11 asas yang diamanatkan UU No 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Yaitu, manfaat, kekeluargaan, adil dan merata, keseimbangan kemandirian, kelestarian, partisipatif, berkelanjutan, demokratis, kesetaraan, dan kesatuan.
![]() |
syarat desa wisata |
Menteri BUMN menugaskan beberapa BUMN untuk mendirikan Balai Ekonomi Desa (Balkondes) dengan target 100 Balkondes di 10 destinasi wisata nasional pada tahun 2017/2018. Balkondes mengelola pelatihan bagi warga desa untuk membuat kerajinan sesuai dengan potensi alam desa tersebut. Balkondes juga ditargetkan untuk membantu penduduk yang bersedia membangun rumah inap (homestay) untuk disewakan kepada turis. Nantinya Balkondes diharapkan bekerja sama dengan badan usaha milik desa (BUMDes) membantu pendanaan dan promosi desa wisata dan kegiatan ekonomi lainnya.
Pembentukan Balkondes dan pengembangan desa wisata dilaksanakan secara bersama oleh beberapa BUMN, seperti PT. Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC), PT. Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko; PT. Patra Jasa, dan beberapa BUMN lain. Saat ini sudah ada desa-desa wisata yang dibangun atas inisiatif Kementerian BUMN, antara lain beberapa desa di sekitar Candi Borobudur dan yang baru-baru ini diresmikan adalah Desa Pinge di Kabupaten Tabanan.
Ekonomi Pedesaan
Pengembangan desa wisata memang tepat untuk menggerakkan ekonomi pedesaan. Banyak hal yang semula dianggap tidak berarti ternyata dapat menambah penghasilan penduduk desa. Menanam sayuran, memetik kebun apel, memerah susu kambing, mengarungi jeram sungai, dan sebagainya adalah aktivitas yang bisa dijual kepada penduduk kota dan turis asing. Sumber mata air yang diubah menjadi kolam pemandian yang ditata apik dapat menambah kas desa berlipat-lipat. Menyewakan sepeda untuk turis juga berpotensi mendatangkan beberapa puluh/ratus ribu sebulan.
Beberapa desa beruntung mendapat kunjungan rutin para peziarah ulama terkenal dari berbagai daerah. Peninggalan kerajaan-kerajaan leluhur juga mengundang banyak orang untuk datang. Tradisi tahunan yang dikemas menjadi festival yang ramai akan menggerakkan ekonomi pedesaan. Jika tidak ada tradisi yang dapat menjadi daya tarik, dapat dilakukan atraksi baru seperti lomba layang-layang, festival burung berkicau, lomba sepeda gunung, dll. Dengan membuat orang kota datang dan menikmati suasana pedesaan, maka ekonomi desa dapat tumbuh dan menahan penurunan produktivitas akibat ditinggalkan oleh sebagian warganya yang bermigrasi ke kota-kota besar.
Pada dasarnya setiap desa bisa membangun desa wisata tanpa mengharap bantuan dari pihak lain yang belum tentu cocok dengan keinginan penduduk desa. Untuk bisa menjadi desa wisata yang berhasil, syarat utamanya adalah kebersihan rumah, terutama toilet, dan kebersihan lingkungan. Turis tentunya akan enggan datang ke desa yang kotor, sampah teronggok di mana-mana, sungai berwarna hitam penuh kotoran, tinja hewan bertebaran di sepanjang jalan.
Walaupun jalan menuju desa tidak mulus, atau listrik belum ada, hal-hal itu tidak menghambat minat turis untuk datang jika desa itu menawarkan sesuatu yang khas. Selanjutnya desa yang sudah cukup bersih dan mempunyai sesuatu yang bisa dinikmati orang kota dan turis asing perlu mencanangkan kehadirannya di media Internet (youtube, instagram, facebook, dsb.) yang dapat diakses oleh siapapun dari manapun.
Tren Dunia
Pembangunan desa wisata seperti yang tengah dijalankan oleh Kementerian BUMN sebagai bagian dari kegiatan CSR (Corporate social responsibility) tersebut, sungguh cocok dengan tren yang terjadi di mana-mana. Wisatawan kini banyak yang sudah bosan dengan pelayanan hotel berbintang. Mereka lebih menyukai suasana yang alami, sederhana, apa adanya. Mereka ingin menikmati suasana kehidupan di pedesaan yang tidak serumit di perkotaan.
Mereka juga senang kalau bisa memberikan sumbangan yang berguna untuk penduduk desa, apakah berupa materi, tenaga, informasi atau gagasan. Dari kunjungan ke negara lain yang dilakukan sebelumnya mereka bisa memberikan masukan yang bisa diterapkan di desa yang dikunjungi. Dan mungkin juga mereka menyukai persahabatan dengan orang-orang desa yang lugu, yang bukan profesional, ilmuwan, politisi, atau pejabat pemerintah. Berinteraksi dengan penduduk desa mungkin dapat memenuhi keinginan seseorang untuk mentransformasi diri menjadi manusia baru yang sebelumnya merasa kurang dihargai oleh lingkungan sosialnya.
Banyak negara juga mengembangkan rural tourism, eko-wisata, wisata pertanian, wisata budaya, wisata alam, wisata petualangan, dan lain-lain yang berbeda dengan wisata berbasis perkotaan. India, misalnya, yang 70% penduduknya berada di 7 juta desa, beberapa tahun terakhir ini menggalakkan proyek desa wisata di berbagai daerah melalui Kementerian Pariwisatanya. Penentuan desa yang terpilih untuk mendapatkan bantuan di sana dilakukan berdasarkan proposal awal yang diajukan oleh pemerintah daerah, sebutlah pemda kabupaten. Kemudian Kementerian Pariwisata bersama Dinas Pariwisata Provinsi memilih proposal yang terbaik.
Kepada daerah yang proposalnya dinilai memenuhi persyaratan, Pemerintah Pusat menghibahkan dana untuk menyusun rencana kerja pembangunan desa wisata. Rencana kerja ini setelah melalui pembahasan dengan berbagai pihak kemudian dilaksanakan dengan anggaran dari pemerintah pusat. Dinas Pariwisata Provinsi mensinkronkan rencana pengembangan desa wisata ini dengan rencana pembangunan sektor-sektor lain yang terkait di desa atau daerah itu.
Dana pembangunan wisata pedesaan dapat digunakan untuk membiayai berbagai kegiatan seperti penataan lansekap desa, pengadaan lampu penerangan jalan, pembersihan sungai, renovasi monumen, pembangunan jalan desa, pembangunan rumah penginapan, dan lain-lain. Pemerintah India menekankan agar penggunaan dana desa wisata dilakukan secara transparan dan akuntabel.
Adapun pelaksana pembangunan adalah pemerintah desa dan masyarakat setempat. Negara yang terkenal di dunia dengan brand “Incredible India” itu memasarkan desa wisatanya dengan sub-brand “Explore Rural India” dan rajin mengikutsertakan penduduk desa wisata terpilih dalam berbagai forum pariwisata internasional. Apa yang dilakukan India itu juga dilakukan oleh banyak negara lain, negara maju maupun negara berkembang.
Sinergi Antar Lembaga
Selain oleh Kementerian BUMN, pengembangan desa wisata juga dilakukan oleh Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Kementerian ini menargetkan 4.000 desa wisata akan terbangun selama 2015-2019. Saat ini konon telah terbentuk 150 desa wisata. Yang dilakukan Kementerian Desa adalah mendorong desa-desa untuk membangun desa wisata melalui pembentukan BUMDes. BUMDes ini diharapkan menghasilkan penerimaan desa sekaligus menggerakkan perekonomian penduduk desa.
Beragam kebudayaan, tradisi, keindahan alam, kerajinan dan lain yang menjadi identitas suatu pulau merupakan sebagian kecil kekayaan yang dimiliki Indonesia. Bahkan, pada satu pulau dapat dijumpai perbedaan yang ada antara satu daerah dengan daerah lain. Inilah yang menjadikan Indonesia sebagai bangsa berdaulat. Sebagaimana semboyan negara, Bhinneka Tunggal Ika.
Kelurahan/desa memiliki peluang untuk mengembangkan wilayah menjadi destinasi wisata. Diperlukan dasar-dasar kajian dalam sebagai data awal untuk studi kelayakan sebelum memutuskan konsep dan langkah menjadikan kelurahan/desa wisata selanjutnya. Melalui analisa yang tajam atas setiap persoalan, akan mampu melahirkan konsep yang utuh dan mendekati sempurna. Sebab, semua data akan dicari kelemahan hingga detail.
Dasar Pengambilan Keputusan
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia (UUD RI) 1945 Pasal 33 Ayat 3 berbunyi “bumi, air, kekayaan alam di dalamnya, dikuasai negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.” Landasan tersebut menjadi acuan yang baik untuk membangun dan mengembangkan kelurahan/desa demi kemajuan dan kemakmuran masyarakat bersama. Sehingga arti kata penguasaan pada UUD RI 1945 dapat berarti pengaturan, pembinaan, pengembangan, dan pengawasan.
Banyak elemen masyarakat yang terlibat dalam memutuskan konsep kelurahan/desa wisata. Mulai di tingkat RT hingga lurah/kepala desa. Namun tetap dengan menerima masukan dan pandangan kepada camat serta walikota/bupati setempat. Supaya kebijakan positif tersebut di kemudian hari tidak lagi melahirkan salah pemahaman baik di tingkat masyarakat maupun jajaran pemerintah daerah. Akibatnya, konsep pengembangan kelurahan/desa wisata yang sudah bersama-sama dibuat tidak dapat menjalankan fungsi dengan sempurna.
Pengaturan Model Kelurahan/Desa Wisata
Perlu diketahui, produk wisata yang dapat dijual oleh kelurahan/desa wisata sangat beragam. Ini diketahui seiring dengan perkembangan model destinasi wisata yang terdapat pada kelurahan/desa. Di antara ragam wisata yang menarik dijual adalah wisata petualangan, wisata agro, wisata bahari, wisata kuliner, wisata budaya, wisata sejarah, dan wisata kreatif. Walau di luar jenis wisata tersebut, kelurahan/desa juga dapat menemukan konsep wisata sesuai kebutuhan dengan memertimbangkan potensi kelurahan/desa yang mampu digali.
Wisata petualangan biasanya tercipta di lingkungan pegunungan. Idealnya, pada lingkungan tersebut terdapat pohon-pohon yang menjulang tinggi, lingkungan asri dan masih menyimpan struktur alamiah yang belum tersentuh tangan manusia. Konsep tersebut hampir sama dengan wisata agro, yaitu mengutamakan keindahan alam. Terlebih jika terdapat goa yang menyimpan berbagai fenomena menarik serta sejarah yang patut diungkap supaya diketahui masyarakat umum.
Untuk wisata bahari dapat mengedepankan nuansa pesisir pantai. Menyediakan aneka petualangan air seperti sky boat dan driving menjadi daya tarik tersendiri. Di sisi lain tetap menjaga keanekaragaman hayati yang hidup di laut melalui pohon bakau dapat mendatangkan keuntungan ganda. Artinya, dapat memelihara kelestarian alam dan lingkungan hidup. Begitu juga dengan wisata kuliner. Dengan mengumpulkan masakan-masakan khas daerah sekitar bahkan seluruh Indonesia di satu tempat, dapat mengundang wisatawan datang. Karena mengusung konsep tak perlu datang ke seluruh pelosok negeri, jika di satu tempat sudah menyediakan seluruhnya.
Wisata budaya dan sejarah, secara umum tak berbeda jauh dengan yang sudah ada saat ini. Tinggal sisi pengemasan yang perlu ditingkatkan. Supaya kebudayaan dan sejarah berdirinya sebuah kelurahan/desa dapat dipahami secara umum, maka dapat dibuat monumen, museum atau pertunjukan lain dengan tujuan melestarikan tradisi setempat. Sehingga, generasi mendatang termasuk wisatawan mengetahui pasti budaya dan sejarah daerah yang dikunjungi tersebut. Khusus wisata kreatif sendiri pada dasarnya dapat masuk ke semua ranah wisata di atas. Yaitu, dengan menjual hasil karya kerajinan masyarakat. Hanya saja akan lebih baik lagi menjadi daerah wisata kreatif jika ada kelurahan/desa yang benar-benar masyarakatnya memiliki potensi lebih di bidang kerajinan. Jadi, akan benar-benar memberi manfaat untuk kesejahteraan rakyat, berkeadilan, kesetaraan, dan proporsionalitas.
Pembinaan Masyarakat Kelurahan/Desa
Pola kerja utama dalam membentuk masyarakat dalam menciptakan sebuah destinasi wisata adalah dari, oleh, dan untuk masyarakat. Strategi penjualan dengan sendirinya akan muncul jika masyarakat sudah sepaham untuk menjual sesuatu kepada wisatawan. Segala aspek pendukung kelurahan/desa wisata harus diadakan supaya perputaran uang hanya terjadi di wilayah tersebut. Secara ekonomi uang yang masuk dari wisatawan kemudian dikelola masyarakat dan tidak keluar, maka semakin menumpuk di dalam dan membuahkan hasil yang maksimal. Hal ini sesuai 11 asas yang diamanatkan UU No 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Yaitu, manfaat, kekeluargaan, adil dan merata, keseimbangan kemandirian, kelestarian, partisipatif, berkelanjutan, demokratis, kesetaraan, dan kesatuan.
Komentar
Posting Komentar